Semenjak manusia zaman purbakala sampai dengan zaman sekarang, manusia selalu mengalami perkembangan dalam setiap periode waktu yang dilewatinya.
Peradaban manusia sekarang telah mengalami banyak kemajuan. Selama perkembangan itu, manusia menjalani kehidupan dengan bergantung pada pertanian dan agrikultur. Melalui orientasi kehidupan tersebut, manusia selalu berusaha menjaga dan melestarikan lingkungannya dengan sebaik-baiknya yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Manusia sekarang telah mengalami zaman revolusi industri yang menggantungkan kehidupan pada bidang perindustrian. Dengan menggunakan orientasi hidup tersebut, dunia agrikultur pun mengalami kemunduran secara perlahan-lahan. Nilai-nilai kehidupan manusia pun mengalami perubahan, terutama dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Perubahan-perubahan yang terjadi ini menghasilkan dampak positif maupun negatif. Salah satu dampak revolusi industri yang telah terjadi dan masih terus berlanjut pada masa sekarang dalam kehidupan dan peradaban manusia adalah dampaknya bagi lingkungan yang ada di sekitar manusia itu sendiri. Ekspansi usaha yang dilakukan oleh para pelaku industri seperti pembangunan pabrik-pabrik dan pembuatan produksi dengan kapasitas besar dengan mengesampingkan perhatian terhadap dampaknya bagi lingkungan secara perlahan namun pasti telah mengakibatkan kelalaian yang pada akhirnya akan merugikan lingkungan tempat tinggal manusia dan kehidupannya.
Para ahli lingkungan telah menemukan indikasi adanya dampak yang terbesar bagi lingkungan dan dunia secara global akibat usaha perindustrian yang dilakukan dan telah berkembang pesat saat ini. Dampak negatif ini adalah terjadinya pemanasan di dunia dan sering disebut sebagai Global Warming. Namun, masalah Global Warming sebagai masalah lingkungan ini masih diperdebatkan kebenarannya oleh beberapa pihak yang menganggap Global Warming adalah alasan yang diciptakan untuk membatasi laju perkembangan perindustrian. Walaupun masih terdapat perdebatan mengenai kebenaran keadaan Global Warming di antara para ahli lingkungan tersebut, masalah Global Warming ini tidaklah dapat diungkiri untuk diteliti dan diteliti lebih lanjut demi kelangsungan kehidupan manusia.
Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem,serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Penyebab
1.Efek Rumah Kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
2.Efek Umpan Balik
nasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat).[3] Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer. Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es.[4] Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
2.Efek Umpan Balik
nasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat).[3] Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer. Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es.[4] Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan
Ini Beberapa Kejadian Dari Dampak Global Warming
1. KEBAKARAN
Analisa = Kebakaran hutan biasa nya d sebabkan meningkat nya permukaan suhu d daerah tersebut akibat efek dari pemanasan global. terjadi di waktu musim kemarau
2. ES YANG MELELEH
Analisa = mencairnya es d kutub d sebabkan suhu yang meningkat secara drastis sehingga dapat melelehkan es d kutub
3. PERMUKAAN AIR LAUT YANG MENINGGI
Analisa = meningkat nya tinggi permukaan laut ini d sebabkan oleh air es yang telah mencair dari arah kutub
Analisa = Kebakaran hutan biasa nya d sebabkan meningkat nya permukaan suhu d daerah tersebut akibat efek dari pemanasan global. terjadi di waktu musim kemarau
2. ES YANG MELELEH
Analisa = mencairnya es d kutub d sebabkan suhu yang meningkat secara drastis sehingga dapat melelehkan es d kutub
3. PERMUKAAN AIR LAUT YANG MENINGGI
Analisa = meningkat nya tinggi permukaan laut ini d sebabkan oleh air es yang telah mencair dari arah kutub
Global Warming mempercepat penyebaran penyakit
Pemanasan Global saat ini sudah mencapai taraf yang mencemaskan. Namun bahaya laten lain yang perlu kita waspadai adalah naiknya temperatur bumi ini akan berakibat pada banyaknya pandemik microba – microba dan juga virus – virus mulai menyebar di lingkungan manusia maupun hewan.
1. Avian Influenza
Seperti influenza pada manusia, virus avian influenza terjadi secara alamiah pada burung liar, namun tidak membahayakan. Virus ini masuk ke burung melalui feses dan hasil sekresi. Unggas dapat menularkan virus dari burung peliharaan ataupun burung yang liar. Tingginya tingkat patogen dari penyakit H5NI merupakan perhatian utama bagi pemerintah dan organisasi kesehatan saat ini, karena sangat mematikan bagi burung liar, manusia. Bahkan penularan virus yang semula hanya dari burung ke manusia dapat meningkat dari manusia ke manusia. Perpindahan H5N1 dari negara ke negara biasanya dari perdagangan unggas. Namun perubahan iklim seperti badai salju yang parah dapat mengganggu perpindahan normal burung liar dan dapat membawa populasi kedua burung liar dan peliharaan ini menuju sumber air yang dekat dengan manusia.
2. Kolera
Kolera adalah penyakit diare disebabkan oleh air yang mempengaruhi manusia terutama di negara berkembang. Hal ini disebabkan oleh bakteri, Vibrio cholera, yang bertahan dalam organisme kecil di sumber air yang terkontaminasi dan mungkin juga muncul dalam bentuk kerang mentah seperti tiram. Setelah terinfeksi, kolera dengan cepat menjadi mematikan. Hal ini sangat bergantung pada temperatur, dan kenaikan suhu air secara langsung.
3. Ebola
Virus Ebola merupakan virus demam berdarah dan sangat dekat dengan demam virus Marburg yang mudah membunuh manusia, gorila, dan simpanse, dan saat ini belum bisa disembuhkan. Para ilmuwan terus bekerja untuk menemukan sumber penyakit dan untuk mengembangkan vaksin untuk perlindungan. Ada bukti yang signifikan bahwa wabah kedua penyakit yang berhubungan dengan variasi yang tidak biasa dalam curah hujan / pola musim kemarau. Seperti perubahan iklim dan musim yang ekstrim.
4. Parasit eksternal dan Usus
Parasit yang secara meluas hidup di seluruh lingkungan terestrial dan perairan. Pada suhu dan curah hujan dengan tingkat pergeseran musim yang tinggi, kelangsungan hidup parasit dalam lingkungan akan meningkat di banyak tempat, terjadi peningkatan infeksi jumlah manusia dan hewan. Banyak jenis parasit yang zoonosis, tersebar antara satwa liar dan manusia. Nematoda, Baylisascaris procyonis, disebarkan oleh rakun umum dan sangat mematikan bagi banyak spesies lain satwa liar dan manusia.
5. Wabah
Wabah, pestis Yersinia – salah satu penyakit menular tertua yang dikenal-masih menyebabkan tingkat kematian yang signifikan dalam satwa liar, hewan domestik, dan manusia di lokasi tertentu. Wabah ini disebarkan oleh tikus dan kutu. Perubahan dalam suhu dan curah hujan mengubah distribusi populasi tikus di seluruh dunia, yang akan berdampak pada berbagai penyakit hewan pengerat kelahiran seperti wabah
6. Rift Valley Fever
Demam virus Rift Valley (RVFV) adalah penyakit zoonosis yang muncul menggangu kesehatan publik secara signifikan, ketahanan pangan, dan kepentingan ekonomi secara keseluruhan, khususnya di Afrika dan Timur Tengah. Pada ternak yang terinfeksi seperti sapi, domba, kambing dan unta, aborsi dan tingkat kematian yang tinggi adalah merupakan hal yang biasa. Pada orang (yang bisa terinveksi virus dari menyembelih hewan yang terinfeksi), penyakit ini bisa berakibat fatal. Mengingat peranan nyamuk dalam penularan virus, perubahan iklim terus dikaitkan dengan kekhawatiran penyebaran RVFV.
7. Tuberkulosis
Tuberkulosis sapi menyebar melalui perpindahan ternak di seluruh dunia. Sekarang memiliki distribusi global dan bermasalah terutama di Afrika, di mana ia diperkenalkan oleh ternak Eropa di tahun 1800-an. Penyakit ini menginfeksi populasi satwa liar penting, seperti kerbau dan singa di Taman Nasional Kruger di Afrika Selatan, di mana pariwisata merupakan bagian integral dari ekonomi lokal. Penyakit ini juga menginfeksi manusia di Afrika selatan melalui konsumsi susu yang tidak dipasteurisasi. Bentuk tuberkulosis manusia juga dapat menginfeksi binatang liar. Dampak perubahan iklim terhadap ketersediaan air karena kekeringan cenderung meningkatkan kontak satwa liar dan ternak pada sumber air yang terbatas, mengakibatkan meningkatnya penularan penyakit antara ternak dan satwa liar dan ternak dan manusia.
8. Demam kuning
Ditemukan di daerah tropis Afrika dan bagian dari Amerika Tengah dan Selatan, virus ini dibawa oleh nyamuk, yang akan menyebar ke daerah baru sebagai perubahan suhu dan tingkat curah hujan di atas ambang normal. Salah satu jenis demam virus kuning hutan dapat menyebar dari primata ke manusia dan sebaliknya melalui nyamuk yang memakan darah manusia dan primata. Wabah terbaru di Brazil dan Argentina memiliki dampak yang menghancurkan pada populasi primata liar. Di beberapa negara di Amerika Selatan, pemantauan primata liar telah menghasilkan deteksi dini dari aktivitas penyakit dan memungkinkan untuk program vaksinasi serta harus cepat diterapkan untuk melindungi manusia.
1. Avian Influenza
Seperti influenza pada manusia, virus avian influenza terjadi secara alamiah pada burung liar, namun tidak membahayakan. Virus ini masuk ke burung melalui feses dan hasil sekresi. Unggas dapat menularkan virus dari burung peliharaan ataupun burung yang liar. Tingginya tingkat patogen dari penyakit H5NI merupakan perhatian utama bagi pemerintah dan organisasi kesehatan saat ini, karena sangat mematikan bagi burung liar, manusia. Bahkan penularan virus yang semula hanya dari burung ke manusia dapat meningkat dari manusia ke manusia. Perpindahan H5N1 dari negara ke negara biasanya dari perdagangan unggas. Namun perubahan iklim seperti badai salju yang parah dapat mengganggu perpindahan normal burung liar dan dapat membawa populasi kedua burung liar dan peliharaan ini menuju sumber air yang dekat dengan manusia.
2. Kolera
Kolera adalah penyakit diare disebabkan oleh air yang mempengaruhi manusia terutama di negara berkembang. Hal ini disebabkan oleh bakteri, Vibrio cholera, yang bertahan dalam organisme kecil di sumber air yang terkontaminasi dan mungkin juga muncul dalam bentuk kerang mentah seperti tiram. Setelah terinfeksi, kolera dengan cepat menjadi mematikan. Hal ini sangat bergantung pada temperatur, dan kenaikan suhu air secara langsung.
3. Ebola
Virus Ebola merupakan virus demam berdarah dan sangat dekat dengan demam virus Marburg yang mudah membunuh manusia, gorila, dan simpanse, dan saat ini belum bisa disembuhkan. Para ilmuwan terus bekerja untuk menemukan sumber penyakit dan untuk mengembangkan vaksin untuk perlindungan. Ada bukti yang signifikan bahwa wabah kedua penyakit yang berhubungan dengan variasi yang tidak biasa dalam curah hujan / pola musim kemarau. Seperti perubahan iklim dan musim yang ekstrim.
4. Parasit eksternal dan Usus
Parasit yang secara meluas hidup di seluruh lingkungan terestrial dan perairan. Pada suhu dan curah hujan dengan tingkat pergeseran musim yang tinggi, kelangsungan hidup parasit dalam lingkungan akan meningkat di banyak tempat, terjadi peningkatan infeksi jumlah manusia dan hewan. Banyak jenis parasit yang zoonosis, tersebar antara satwa liar dan manusia. Nematoda, Baylisascaris procyonis, disebarkan oleh rakun umum dan sangat mematikan bagi banyak spesies lain satwa liar dan manusia.
5. Wabah
Wabah, pestis Yersinia – salah satu penyakit menular tertua yang dikenal-masih menyebabkan tingkat kematian yang signifikan dalam satwa liar, hewan domestik, dan manusia di lokasi tertentu. Wabah ini disebarkan oleh tikus dan kutu. Perubahan dalam suhu dan curah hujan mengubah distribusi populasi tikus di seluruh dunia, yang akan berdampak pada berbagai penyakit hewan pengerat kelahiran seperti wabah
6. Rift Valley Fever
Demam virus Rift Valley (RVFV) adalah penyakit zoonosis yang muncul menggangu kesehatan publik secara signifikan, ketahanan pangan, dan kepentingan ekonomi secara keseluruhan, khususnya di Afrika dan Timur Tengah. Pada ternak yang terinfeksi seperti sapi, domba, kambing dan unta, aborsi dan tingkat kematian yang tinggi adalah merupakan hal yang biasa. Pada orang (yang bisa terinveksi virus dari menyembelih hewan yang terinfeksi), penyakit ini bisa berakibat fatal. Mengingat peranan nyamuk dalam penularan virus, perubahan iklim terus dikaitkan dengan kekhawatiran penyebaran RVFV.
7. Tuberkulosis
Tuberkulosis sapi menyebar melalui perpindahan ternak di seluruh dunia. Sekarang memiliki distribusi global dan bermasalah terutama di Afrika, di mana ia diperkenalkan oleh ternak Eropa di tahun 1800-an. Penyakit ini menginfeksi populasi satwa liar penting, seperti kerbau dan singa di Taman Nasional Kruger di Afrika Selatan, di mana pariwisata merupakan bagian integral dari ekonomi lokal. Penyakit ini juga menginfeksi manusia di Afrika selatan melalui konsumsi susu yang tidak dipasteurisasi. Bentuk tuberkulosis manusia juga dapat menginfeksi binatang liar. Dampak perubahan iklim terhadap ketersediaan air karena kekeringan cenderung meningkatkan kontak satwa liar dan ternak pada sumber air yang terbatas, mengakibatkan meningkatnya penularan penyakit antara ternak dan satwa liar dan ternak dan manusia.
8. Demam kuning
Ditemukan di daerah tropis Afrika dan bagian dari Amerika Tengah dan Selatan, virus ini dibawa oleh nyamuk, yang akan menyebar ke daerah baru sebagai perubahan suhu dan tingkat curah hujan di atas ambang normal. Salah satu jenis demam virus kuning hutan dapat menyebar dari primata ke manusia dan sebaliknya melalui nyamuk yang memakan darah manusia dan primata. Wabah terbaru di Brazil dan Argentina memiliki dampak yang menghancurkan pada populasi primata liar. Di beberapa negara di Amerika Selatan, pemantauan primata liar telah menghasilkan deteksi dini dari aktivitas penyakit dan memungkinkan untuk program vaksinasi serta harus cepat diterapkan untuk melindungi manusia.
Inilah Yang Harus kita Lakukan
Ada bermacam cara memperlambat dampak pemanasan global, cara-cara tersebut umumnya mudah dan sederhana. Tetapi kurang dilakukan secara serius oleh kebanyakan orang.
1. Batasi Penggunanaan kertas
Tanamkan di pikiran anda kuat-kuat, bahwa setiap anda menggunakan selembar kertas maka anda telah menebang sebatang pohon. Oleh karena itu gunakan kertas se-efektif mungkin misalnya dengan mencetak print out bolak-balik pada setiap kertas. Bila anda nge-print sesuatu yang tidak terlalu penting, gunakanlah kertas bekas yang dibaliknya masih kosong.
2. Ganti bola lampu.
Segera ganti bola lampu pijar anda dengan lampu neon. Lampu neon ini membutuhkan energi yang lebih sedikit dibanding lampu pijar. Ingat setiap daya daya listrik yang anda pakai maka anda turut serta menghabiskan sumber daya energi listrik yang kebanyakan berbahan bakar fosil. Bahan bakar fosil adalah bahan bakar tak terbarukan, dan dalam jangka sepuluh tahun ke depan mungkin bahan bakar jenis ini akan habis.
3. Buka jendela lebar-lebar
Di Amerika , sebagian besar dari 22,7 ton emisi CO2 berasal dari rumah. Kebanyakan emisi atau gas buang tersebut berasal dari AC, kulkas, kompor gas atau refrigerator. Unutk meminimalkannya ketika dapat mengatur termostat AC dengan suhu udara di luar ruangan. Kemudian bukalah jendela lebar-lebar karena sirkulasi udara yang terjebak dapat mengkonsumsi energi.
4. Gunakan pupuk organik.
Pupuk yang digunakan kebanyakan petani mengandung unsur nitrogen, yang kemudian berubah menjadi N2O yang menimbulkan efek GRK (Gas Rumah Kaca) 320 kali lebih besar dari pada CO2. Jika anda hobi berkebun gunakanlah pupuk organik. Disamping aman, murah pula.
5. Tanamlah rumpun bambu
Pepohonan memang terbukti mampu menyerap CO2, tetapi ternyata pohon atau rumpun bambu mampu menyerap CO2 empat kali lebih banyak dari pohon-pohon lain.
6. Naik kendaraan umum
Saat ini jumlah kendaraan pribadi sudah teramat banyak dan bikin sumpek. Sector transportasi menyumbang sampai 14 % emisi gas rumah kaca ke atmosfer, jika kita menggunakan kendaran umum maka kita mengurangi emisi gas rumah kaca,
7. Jangan pakai kantong plastik
Di beberapa Negara bagian Amerika, urusan kantong plastik bahkan sampai dibuat undang-undangnya segala. LSM peduli lingkungan mendorong pemerintah Negara setempat unutk melarang penggunaan kantong plastic sebagai kantong belanjaan. Plastik ini memang unsur yang sulit terurai, butuh 1000 tahun untuk mengurainya didalam tanah.
Efek Gas rumah kaca yang ditimbulkannya juga cukup besar. Maka beralihlah ke kantong kain, misal dari kain serat alami.
8. Hidup efisien
Apapun aktifitas manusia di bumi akan berdampak pada bumi yang kita diami ini. Pola komsumsi energi, pola lingkungan dan sebagainya. Hiduplah seefisien mungkin, gunakan sedikit energi, komsumsilah sedikit makanan, tinggalkan pola hidup konsumtif, ramahlah terhadap lingkungan, sedikit bicara lebih banyak berpikir, dan sebagainya.
9. Mengemudi cerdas
Hindari perjalanan yang panjang dan menghabiskan waktu, bila mungkin memotong jalan lakukanlah. Kurangilah aktifitas yang menggunakan kendaraan pribadi. Jika terpaksa menggunakan kendaraan pribadi, pilihlah jalan-jalan alternative yang bebas macet dan tidak mengkonsumsi energi. Bila anda menunggu, matikan mesin sebab gas buangan tetap keluar sementara bahan bahan bakar terpakai.
1. Batasi Penggunanaan kertas
Tanamkan di pikiran anda kuat-kuat, bahwa setiap anda menggunakan selembar kertas maka anda telah menebang sebatang pohon. Oleh karena itu gunakan kertas se-efektif mungkin misalnya dengan mencetak print out bolak-balik pada setiap kertas. Bila anda nge-print sesuatu yang tidak terlalu penting, gunakanlah kertas bekas yang dibaliknya masih kosong.
2. Ganti bola lampu.
Segera ganti bola lampu pijar anda dengan lampu neon. Lampu neon ini membutuhkan energi yang lebih sedikit dibanding lampu pijar. Ingat setiap daya daya listrik yang anda pakai maka anda turut serta menghabiskan sumber daya energi listrik yang kebanyakan berbahan bakar fosil. Bahan bakar fosil adalah bahan bakar tak terbarukan, dan dalam jangka sepuluh tahun ke depan mungkin bahan bakar jenis ini akan habis.
3. Buka jendela lebar-lebar
Di Amerika , sebagian besar dari 22,7 ton emisi CO2 berasal dari rumah. Kebanyakan emisi atau gas buang tersebut berasal dari AC, kulkas, kompor gas atau refrigerator. Unutk meminimalkannya ketika dapat mengatur termostat AC dengan suhu udara di luar ruangan. Kemudian bukalah jendela lebar-lebar karena sirkulasi udara yang terjebak dapat mengkonsumsi energi.
4. Gunakan pupuk organik.
Pupuk yang digunakan kebanyakan petani mengandung unsur nitrogen, yang kemudian berubah menjadi N2O yang menimbulkan efek GRK (Gas Rumah Kaca) 320 kali lebih besar dari pada CO2. Jika anda hobi berkebun gunakanlah pupuk organik. Disamping aman, murah pula.
5. Tanamlah rumpun bambu
Pepohonan memang terbukti mampu menyerap CO2, tetapi ternyata pohon atau rumpun bambu mampu menyerap CO2 empat kali lebih banyak dari pohon-pohon lain.
6. Naik kendaraan umum
Saat ini jumlah kendaraan pribadi sudah teramat banyak dan bikin sumpek. Sector transportasi menyumbang sampai 14 % emisi gas rumah kaca ke atmosfer, jika kita menggunakan kendaran umum maka kita mengurangi emisi gas rumah kaca,
7. Jangan pakai kantong plastik
Di beberapa Negara bagian Amerika, urusan kantong plastik bahkan sampai dibuat undang-undangnya segala. LSM peduli lingkungan mendorong pemerintah Negara setempat unutk melarang penggunaan kantong plastic sebagai kantong belanjaan. Plastik ini memang unsur yang sulit terurai, butuh 1000 tahun untuk mengurainya didalam tanah.
Efek Gas rumah kaca yang ditimbulkannya juga cukup besar. Maka beralihlah ke kantong kain, misal dari kain serat alami.
8. Hidup efisien
Apapun aktifitas manusia di bumi akan berdampak pada bumi yang kita diami ini. Pola komsumsi energi, pola lingkungan dan sebagainya. Hiduplah seefisien mungkin, gunakan sedikit energi, komsumsilah sedikit makanan, tinggalkan pola hidup konsumtif, ramahlah terhadap lingkungan, sedikit bicara lebih banyak berpikir, dan sebagainya.
9. Mengemudi cerdas
Hindari perjalanan yang panjang dan menghabiskan waktu, bila mungkin memotong jalan lakukanlah. Kurangilah aktifitas yang menggunakan kendaraan pribadi. Jika terpaksa menggunakan kendaraan pribadi, pilihlah jalan-jalan alternative yang bebas macet dan tidak mengkonsumsi energi. Bila anda menunggu, matikan mesin sebab gas buangan tetap keluar sementara bahan bahan bakar terpakai.
sumber : angkaraku.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar