gerakan

gerakan
menanam1

Selasa, 10 Januari 2012

Keunggulan Pesawat Tanpa Awak Buatan Indonesia

BPPT-02A Pelatuk (foto: Defense Studies)
Dari awal hingga pertengahan Desember ini, berbagai media di Tanah Air, baik media cetak maupun elektronik gencar memberitakan pesawat tanpa awak RQ-170 milik Amerika Serikat yang ditembak jatuh di Iran.Di balik jatuhnya pesawat itu, tentunya ada beberapa hal yang patut mendapat perhatian, salah satunya adalah penggunaan teknologi pesawat tanpa awak.
Pesawat tanpa awak yang juga dikenal dengan nama Unmanned Aerial Vehicle (UAV) merupakan wahana terbang yang mampu terbang secara mandiri dan dikendalikan dari jarak jauh melalui remote control untuk melakukan berbagai misi. Di dunia penerbangan, pesawat tanpa awak bukanlah teknologi baru. Sudah banyak negara yang mampu membuatnya sendiri, beberapa di antaranya Malaysia (Aludra), Iran (Karrar), AS (RQ-170 Sentinel) dan Israel (Hermes, Seacher, Heron).
Yang menarik, beberapa tahun silam, Indonesia pernah berkeinginan membeli pesawat tanpa awak dari Israel. Tapi niat itu kemudian diurungkan karena muncul penolakan dari beberapa kalangan. Kemudian pertengahan tahun ini TNI AU juga dikabarkan menjajaki pembelian pesawat tanpa awak buatan Afrika Selatan.

Rencana pembelian itu seakan menegaskan kembali kebutuhan Indonesia akan pesawat tanpa awak. Apalagi secara geografis, Indonesia adalah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari ribuan pulau, sehingga membutuhkan wahana terbang yang mampu mendukung pertahanan dan keamanan nasional serta mampu melakukan pemantauan di seluruh wilayah Nusantara, terutama di wilayah yang sulit dijangkau.

Hal itulah yang kemudian mendasari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai lembaga yang bertanggungjawab melaksanakan kegiatan pengkajian dan penerapan teknologi di Indonesia untuk membuat pesawat tanpa awak. Dalam hal pembuatannya bisa dibilang ahli-ahli anak bangsa yang ada di BPPT sudah jago. Bahkan pesawat tanpa awak buatan lembaga ini tak kalah hebat dan harganya bisa dipastikan lebih murah dari produk sejenis buatan negara lain.
PUNA

Pesawat tanpa awak buatan BPPT itu dikenal sebagai PUNA yang merupakan kependekan dari Pesawat Udara Nir-Awak. PUNA telah dikembangkan sejak tahun 2002. Menurut Annual Report BPPT 2006, pengembangan PUNA dimulai dari pembuatan Target Drone (wahana sasaran tembak) bagi TNI AD. Setelah itu berlanjut dengan pengembangan PUNA double-boom yang disebut ''RUTAV''. Pada kurun waktu tahun 2004-2006, BPPT mengembangkan prototipe PUNA singleboom dengan nama BPPT-01A Wulung.

Wulung memiliki bentuk badan yang ramping dengan sayap di atas (high-wing) dan ekor yang tegak lurus dan membentuk huruf T (T-Tail). Secara teknis, Wulung memiliki panjang badan 3,3 meter dengan tinggi sekitar 1 meter, rentang sayap 6 meter, dan berat maksimum 110 kg. Sebagai sumber tenaga, pesawat tanpa awak ini ditenagai oleh motor dengan kekuatan 20 HP.
Pengembangan PUNA kemudian dilanjutkan dengan pembuatan prototipe BPPT-01B Gagak. Sekilas bentuk badan Wulung dengan Gagak ada persamaan, yaitu bentuk badan kedua pesawat yang ramping. Perbedaan yang paling mencolok terletak pada posisi sayap dan bentuk ekornya. Berbeda dari Wulung, Gagak memiliki sayap yang terletak di bawah badan (low-wing) dengan panjang 7 meter serta ekor berbentuk huruf V (V-Tail). Penggunaan desain ini tak lain ditujukan untuk meningkatkan kelincahan manuver.
Pengembangan PUNA tak hanya berhenti pada BPPT-01A Wulung dan BPPT-01B Gagak, tetapi berlanjut pada desain dan pembuatan prototipe PUNA lainnya, yaitu BPPT-02A Pelatuk, BPPT-02B Laron, BPPT-04 Sriti, dan BPPT-05 Alap-alap.
Banyak Manfaat
Jika disimak lebih jauh, teknologi pesawat tanpa awak memiliki banyak manfaat yang sangat strategis, di antaranya bisa digunakan untuk keperluan sipil, seperti pemantauan bencana alam, pemantauan pencurian ikan, pemantauan kebakaran hutan, pemantauan pembalakan liar, pencarian korban kecelakaan, dan pemetaan wilayah. Pesawat tanpa awak juga bisa untuk keperluan militer, seperti pengintaian terhadap teroris, pengintaian di daerah rawan konflik, pemantauan tapal batas negara, dan pemantauan di medan pertempuran.

Pesawat tanpa awak memiliki keunggulan dibandingkan dengan wahana terbang berawak. Pengoperasian pesawat tanpa awak bisa menghemat anggaran negara karena biaya pengoperasiannya yang lebih murah bila dibandingkan dengan wahana terbang berawak. Selain itu, apabila pesawat jatuh, tidak ada risiko korban jiwa. Hal ini bisa terjadi karena pengoperasiannya dikendalikan dari jarak jauh.



sumber :aviasista 

1 komentar:

  1. Wah hebat juga pesawat PUNA kita ya ... bisa bersaing dengan negara lain.... pemerintah harus mendukung penuh... supaya perkembangannya lebih signifikan.....

    BalasHapus