gerakan

gerakan
menanam1

Selasa, 03 Januari 2012

KF-X/IF-X, Jet Siluman Buatan Indonesia-Korsel

Pesawat tempur siluman KF-X/IF-X buatan Korsel-Indonesia
Dari sekian banyak alutsista yang ada, pesawat tempur merupakan salah satu alutsista yang menjadi ujung tombak kekuatan angkatan udara. Dalam doktrin perang modern, kemampuan pesawat tempur bisa menjadi salah satu penentu jalannya peperangan. Armada pesawat tempur yang tangguh menjadi unsur yang penting dalam suatu operasi militer (pertahanan).
Berbeda dengan pesawat terbang yang biasa digunakan oleh kalangan sipil, pesawat tempur modern yang digunakan militer saat ini harus memiliki beberapa kriteria wajib, seperti memiliki kemampuan siluman (stealth) yang berguna untuk mengurangi kemungkinan terdeteksinya pesawat oleh radar musuh, avionik yang canggih atau pun kelincahan bermanuver untuk menghindar dari kejaran pesawat tempur musuh.
Bagi dunia penerbangan militer, pesawat tempur siluman memang sedang menjadi pembicaraan hangat. Lalu apa itu pesawat tempur siluman? Pesawat tempur siluman merupakan pesawat tempur yang mampu menyerap dan membelokkan gelombang radar, dengan cara membuat design pesawat yang minus lekukan yang fungsinya adalah memperkecil sudut-sudut tajam yang bisa ditangkap oleh radar sehingga memperkecil Radar Cross Section (RCS) dan membuatnya lebih sulit untuk dideteksi.

Hal inilah yang mendasari pesawat siluman memiliki bentuk yang aneh tidak seperti biasanya. Pesawat siluman sebenarnya tidak 100% tidak bisa terdeteksi radar. Tetapi karena memiliki RCS yang kecil maka di layar radar hanya tampak seperti gerombolan burung. Teknologi siluman pertama kali dikembangkan oleh seorang ilmuwan Rusia, Dr. Pyotr Ufimtsev pada tahun 1966.
Pada saat ini ada beberapa negara yang sudah mengembangkan pesawat tempur mutakhir berteknologi siluman, mereka berlomba membuat pesawat tempur dengan teknologi yang lebih maju dari yang lainnya. Untuk urusan pesawat tempur siluman, Amerika Serikat menjadi negara yang paling rajin mengembangkannya. Ada beberapa pesawat mutakhir milik Amerika Serikat yang masuk kategori ini, yaitu pesawat F-117 Nighthawk, F-22 Raptor, JSF F-35 Universal Fighter, dan Bomber B-2 Spirit.

Model KF-X/IF-X (foto: kaskus.us)
Kemudian ada Rusia yang juga tak mau kalah dalam membuat pesawat tempur siluman. Rusia sebetulnya sudah mulai membuat program pesawat tempur siluman pada era Uni Soviet, dengan menyiapkan 2 jet tempurnya yakni MIG 1.44 dan Su-47 Berkut (artinya:Elang Emas), tapi dalam perjalanannya program pesawat silumannya terseok-seok. Barulah pada masa kepemimpinan Presiden Vladimir Putin, program ini dilanjutkan kembali. Kemudian lahirlah jet tempur siluman Sukhoi T-50 yang merupakan hasil kerjasama antara Rusia dengan India. Jet tempur ini dirancang mampu menyaingi F-22 Raptor dan JSF F-35 Universal Fighter.

Dan yang terakhir dan yang paling menggegerkan dunia kedirgantaran adalah munculnya Cina yang berhasil membuat pesawat tempur siluman J-20 Black Eagle sekaligus membuktikan sebagai negara superpower baru, khususnya dibidang teknologi dirgantara. Namun diyakini pesawat tempur tersebut menggunakan teknologi yang dimiliki Amerika Serikat. China diduga ”mencuri” teknologi stealth dari pesawat tempur siluman F-117 Nighthawk milik AS yang ditembak jatuh pada tanggal 27 Maret 1999 dalam perang Kosovo.

Transfer Teknologi
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki lebih dari 13.000 pulau dan berpenduduk lebih dari 200 juta, memiliki armada pesawat tempur yang handal adalah mutlak hukumnya. Hal ini tentu saja untuk melindungi dan menjaga kedaulatan Indonesia dari ancaman negara lain. Ancaman yang muncul setidaknya hingga beberapa tahun kedepan, memang bukan invasi langsung negara lain. Namun, tidak berarti hal itu menurunkan program pembangunan kekuatan pertahanan udara di tubuh TNI AU. Indonesia pernah merasakan pengalaman pahit ketika Amerika Serikat melakukan embargo militer terhadap Indonesia dari tahun 1999-2005 atas pelanggaran Hak Asasi Manusia, sehingga membuat sistem persenjataan TNI lumpuh dan sistem peralatan militernya lemah.
Hal ini dikarenakan sebagian besar pengadaan sistem persenjataan dan peralatan militer Indonesia termasuk pesawat tempurnya berorientasi ke negara barat. Sehingga banyak pesawat tempur milik TNI didominasi oleh pesawat tempur buatan Amerika Serikat. Guna menutup kebutuhan alutsistanya, Indonesia kemudian mencari sumber alternatif lain dalam pengadaan pesawat tempurnya, baik yang dibeli dari negara lain seperti pembelian pesawat tempur Sukhoi Su-27SK dan Su-30MK dari Rusia.
Lambat laun muncul keinginan dari pemerintah untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan arsenal tempurnya dengan memberdayakan dan memanfaatkan industri pertahanan nasional secara maksimal. Berbeda dengan alutsista impor, alutsista buatan bangsa sendiri ini akan memberikan kekuatan yang tidak bisa “dibaca” negara asing. Impor alutsista oleh suatu negara memudahkan bagi negara lain untuk “membaca” kekuatannya. Itulah alasan pentingnya membuat sendiri alutsista maupun teknologi pertahanan lainnya. Pengadaan dari luar negeri hanya diarahkan pada jenis alutsista yang belum bisa diproduksi di dalam negeri dengan tetap menerapkan program alih teknologi (Transfer of Technology/ ToT) yang menyertakan industri pertahanan nasional.
Lebih dari itu, kemampuan Indonesia memproduksi alutsista secara mandiri akan meningkatkan kemandirian bangsa sehingga mengurangi ketergantungan kita terhadap persenjataan buatan negara lain dan yang tak kalah penting  menghindari “setiran” negara penjual senjata. Sebagaimana kita tahu selama ini, negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan Eropa seringkali menetapkan banyak syarat dan embel-embel dalam proses penjualan senjata produksi mereka.

Kokpit KF-X/IF-X (foto: flightglobal.com)
Atas dasar kebutuhan itulah, Indonesia berkeinginan untuk mengembangkan sebuah pesawat tempur bagi kebutuhan TNI AU. Peluang itu datang tatkala Korea Selatan mengalami krisis pengadaan pesawat tempur yang rata-rata sudah memasuki usia tua serta besarnya kebutuhan dana untuk pengembangan pesawat tempur baru. Sehingga mau tidak mau Negeri Ginseng pun berusaha mencari mitra dalam pengembangan pesawat tempurnya.
Akhirnya, Korea Selatan menawarkan kepada Indonesia untuk mengembangkan pesawat tempur canggih bagi kebutuhan Angkatan Udara Republik Korea (ROKAF) dan Tentara Nasional Indonesia - Angkatan Udara (TNI-AU). Tawaran itu diterima Pemerintah Indonesia karena menilai Korsel memiliki pengalaman cukup tinggi dalam memproduksi pesawat tempur. Selain itu Korsel juga bersedia untuk melakukan transfer of technology. Padahal tidak semua negara bersedia kerjasama dengan transfer of technology.
Kecenderungan Korsel untuk memilih Indonesia sebagai mitra utama bukan tanpa sebab. Kedekatan kerjasama pertahanan antara Indonesia-Korsel sudah terjalin lama. Selama ini kedua negara sudah terlibat dalam saling beli peralatan pertahanan. Sebagai contoh, Indonesaia, mempercayakan Overhaul Kapal Selam tipe 209 yang dioperasikan TNI AL kepada Korsel. Indonesia juga membeli 4 kapal LPD (Landing Platform Dock) yang dua diantaranya dibuat di PT. PAL. Hubungan kedua negara dalam bidang kedirgantaraan juga sudah terjalin lama, ditandai dengan pembelian pesawat latih KT-1B Wong Bee oleh Indonesia dan pembelian pesawat CN-235 oleh Korsel.
Indonesia melalui PT Dirgantara Indonesia (PT DI) telah memiliki banyak pengalaman dalam memproduksi pesawat terbang seperti CN-235 dan N-250, serta sempat memproduksi komponen pesawat tempur F-16 meliputi wing flaperon, vertical finskin, forward engine access door, main landing gear door, weapon pylon dan fuel tank pylon. Alasan lainnya, Indonesia dipilih Korsel karena memiliki kedekatan dengan banyak negara berkembang. Pasar dari pesawat tempur ini yang utama adalah negara berkembang dan Indonesia sebagai negara berkembang memiliki banyak kolega dengan negara-negara lain.
Kembalikan Pamor Indonesia
Proyek jet tempur ini pertama kali diumumkan oleh Presiden Korea Selatan Kim Dae-Jung di Akademi Angkatan Udara pada bulan Maret 2001 untuk menggantikan pesawat-pesawat yang lebih tua dan malah ketinggalan zaman (out of date) seperti F-4D/E Phantom II dan F-5E/F Tiger, tapi ditangguhkan karena masalah teknis dan pendanaan. Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak pada Januari 2010 lalu setuju untuk mendorong proyek tersebut setelah meningkatnya ketegangan antara Korea Selatan dengan Korea Utara. Ini adalah program pengembangan pesawat tempur kedua Korea Selatan setelah KAI T-50 Golde Eagle.
Program pesawat tempur masa depan yang diberi kode KF-X/IF-X (Korea Fighter Experiment/Indonesia Fighter Experiment) ini akan dibuat oleh Korean Aerospace Industry bekerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia. KF-X/IF-X merupakan pesawat tempur generasi 4,5 yang mempunyai kemampuan diatas F-16 Blok 50 (pesawat tempur generasi 4) tetapi dibawah F-35 (pesawat tempur generasi 5). Dibandingkan F-16, KF-X/IF-X diproyeksi memiliki radius serang lebih tinggi 50 persen, sistim avionik yang lebih canggih serta kemampuan stealth.

KF-X/IF-X dilihat dari dua sisi (foto: flightglobal.com)
Dana pengembangan pesawat tempur ini mencapai US$ 8 Miliar. Dimana dana sebanyak ini ditanggung bersama melalui kerjasama pengembangan. Komposisi pembagiannya, Indonesia menanggung 20 persen biaya pengembangan, sedangkan Korsel 80 persen, yakni 60 persen dari Pemerintah Korsel, 20 persen oleh industri pesawat terbang Korsel termasuk Korea Aerospace Industry.
Bagi industri penerbangan Korsel, proyek jet tempur ini merupakan kesempatan untuk masuk ke dalam klub eksklusif produsen pesawat tempur stealth, Korsel dapat memangkas biaya produksi dan terbantu di urusan pemasaran produk pesawat tempurnya, sedang bagi Pemerintah Indonesia, proyek jet tempur ini dipandang sebagai cara untuk merevitalisasi industri pertahanan, khususnya industri pesawat terbangnya.

Melalui program pesawat tempur KF-X/IF-X ini, Indonesia berusaha menghidupkan kembali industri dirgantaranya dengan aktif merancang dan memproduksi pesawat tempur ini.Dari perspektif Indonesia, program pembangunan bersama menawarkan akses Indonesia untuk menguasai teknologi pembuatan pesawat tempur canggih. Yang juga tak kalah penting adalah keinginan dua negara untuk menguasai seluruh sistem pesawat, terutama flyng control dan sistem persenjataannya.
Pada tanggal 6 Maret 2009, Korsel melalui DAPA (Defense Acquistion Program Administrtion) dan Indonesia melalui Departemen Pertahanan telah menandatangani Letter of Intent (LoI) proyek ini dan pada tanggal 15 Juli 2010 kedua belah pihak menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) di Seoul. Kemudian kedua belah pihak masih menandatangani Kesepakatan Penjagaan Kerahasiaan  pada tanggal 20 November 2010 serta Hak Kekayaan Intelektual dan Persetujuan Proyek pada tanggal 11 Maret 2011.
Kerja sama pembangunan KF-X/IF-X memakan waktu 10 tahun, dimulai tahun 2010 - 2020. Program KF-X/IF-X memasuki Technical and Development Phase yang dimulai akhir Juli 2011 sampai tahun 2012, Setelah itu, pada awal 2013 sampai tahun 2020 kerjasama akan memasuki Engineering Development Phase, dan tahap terakhir adalah produki pesawat jet tempur pada 2021.
Untuk memulai kerjasama pengembangan teknologi tersebut, pada tanggal 29 Mei sampai dengan 3 Juni 2011, Kementerian Pertahanan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang Kemhan)  telah memberikan pembekalan kepada Tim Engineering KF-X/IF-X. Kemudian pada tanggal 2 Agustus 2011 diadakan acara KF-X/IF-X Kick off meeting, di kota Daejeon, Korea Selatan. Dalam kesempatan itu diresmikan fasilitas Combined Research & Development Center (CRDC) di kota Daejeon sebagai fasilitas bersama pengembangan teknologi KF-X/IF-X dan diadakan penyerahan Tim Engineering KF-X/IF-X dari Indonesia--yang berjumlah 37 orang terdiri dari TNI AU, ITB, Kemhan dan PT DI--yang akan bergabung bersama dengan tim Korsel.
Meski terkesan ambisius, diharapkan pesawat tempur siluman ini akan menjadi tulang punggung TNI AU di masa mendatang sehingga mampu mendongkrak kekuatan TNI dalam menjaga kedaulatan Indonesia. Bagi bangsa ini program kerjasama pembangunan pesawat tempur ini telah memberi nilai positif bagi penguasaan teknologi dirgantara. Jika terwujud, hal ini merupakan perkembangan yang luar biasa dan mampu mengembalikan pamor Indonesia sebagai salah satu negara dengan kekuatan militer terbaik di dunia, termasuk kekuatan udara. Dengan begitu bisa meningkatkan  rasa percaya diri  dan dapat menambah kemampuan efek penangkal (deterrent effect) kekuatan udara kita di mata negara lain.

1 komentar:

  1. Ini link aktif artikelnya:

    aviasista.blogspot.com/2011/10/kf-xif-x-jet-siluman-buatan-indonesia.html

    BalasHapus