Tujuan akhir puasa tak
pernah mengalami
perubahan yakni
mencapai takwa. Salah
satu jalannya adalah
berakhlak dengan sifat-
sifat Tuhan.
M Quraish Shihab, guru
besar Tafsir Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
dalam bukunya,
Membumikan Al-Qur'an
menulis, dalam
kehidupannya, manusia
memiliki banyak
kebutuhan.
Secara garis besarnya,
dapat dikelompokkan
pada lima kebutuhan
pokok yakni (a)
kebutuhan fa'ali (makan,
minum dan kebutuhan
seksual); (b) kebutuhan
akan ketenteraman dan
keamanan; (c) kebutuhan
akan ketertarikan pada
kelompok; (d) kebutuhan
akan rasa penghormatan;
dan (e) kebutuhan akan
pencapaian cita-cita.
Menurutnya, kebutuhan
kedua tidak akan
mendesak manusia
sebelum kebutuhan
pertama terpenuhi.
Bahkan, seseorang dapat
mengorbankan kebutuhan
berikutnya bila kebutuhan
sebelumnya belum
terpenuhi. "Sebaliknya,
seseorang yang mampu
mengendalikan dirinya
dalam kebutuhan
pertama, akan dengan
mudah mengendalikan
kebutuhan-kebutuhannya
yang berada pada posisi
berikutnya," ujar Quraish.
Dalam berpuasa,
lanjutnya, dari segi hukum
puasa, seseorang
berkewajiban
mengendalikan dirinya
berkaitan dengan
kebutuhan-kebutuhan
fa'ali dalam waktu-waktu
tertentu. Dalam berpuasa,
yang bersangkutan juga
sekaligus berusaha
mengembangkan
potensinya agar
membentuk dirinya sesuai
dengan 'peta' Tuhan
dengan jalan mencontoh
Tuhan dalam sifat-
sifatnya.
Karena itu, Rasullullah
saw bersabda,
"Berakhlaklah
(bersifatlah) kamu
sekalian dengan sifat-sifat
Tuhan."
Ditinjau dari hukum
puasa, lanjut Quraish, sifat
Tuhan yang diusahakan
untuk diteladani oleh yang
berpuasa adalah: (1)
bahwa Dia (Tuhan)
memberikan makan dan
tidak diberi makan (QS 6:
14); dan (2) Dia tidak
memiliki teman wanita
(istri) (QS 6: 101).
Kedua hal tersebut,
menurutnya, terpilih
untuk diteladani karena
keduanya merupakan,
kebutuhan fa'ali manusia
yang terpenting.
Keberhasilan dalam
pengendaliannya
mengantar kepada
kesuksesan
mengendalikan
kebutuhan-kebutuhan
lainnya.
Demikian pula dengan
sifat 'Rahman' (Maha
Pengasih) dan
'Rahim' (Maha Penyayang)
. Sifat-sifat ini dituntut
pula untuk diteladani
sehingga rahmat dan
kasih sayang tadi terasa
bagi seluruh makhluk
Tuhan.
Demikian seterusnya
dengan sifat-sifat Tuhan
lainnya yang harus
dihayati esensinya untuk
diteladani sesuai dengan
kemampuannya sebagai
manusia. "Dengan
mencontoh sifat-sifat
Tuhan, berarti
membangun dan
memakmurkan bumi ini
sehingga pada akhirnya,
bumi ini menjadi 'bayang-
bayang' surga yang penuh
dengan keamanan dan
kedamaian, serta
pemenuhan segala
kebutuhan hidup manusia
seperti sandang, pangan
dan papan," urai Quraish.
Seseorang yang berusaha
meneladani Tuhan dalam
sifat-sifat-Nya,
digambarkan oleh filosof
muslim Ibn Sina,
"Seseorang yang bebas
dari ikatan raganya, dalam
dirinya terdapat sesuatu
yang tersembunyi, namun
dari dirinya tampak
sesuatu yang nyata. Ia
akan selalu gembira dan
banyak tersenyum. Betapa
tidak, karena hatinya telah
dipenuhi kegembiraan
sejak sejak ia mengenal-
Nya. Di mana-mana ia
hanya melihat satu saja:
melihat kebenaran,
melihat Yang Mahasuci
itu."
SUMBER: INILAH.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar